![]() |
Nampak terlihat dua sisi puncak gunung Masomba, dengan cirikahasnya di
tumbuhi rumpu hijau. (Foto: Moh. Ridwan)
|
Catatan: Moh. Ridwan
Gunung atau Bulu Masomba seakan telah
menjadi pemandangan sehari-hari masyarakat Kota Palu di kala matahari terbit
dari ufuk timur Kota Palu. Gunung yang menjulang tinggi di tanah 'pitu nggot'
itu juga di percaya sebagai gunung yang memiliki hubungan sejarah terbentunya
lembah Palu.
Kata masomba, di ambil dari floklor
atau cerita rakyat masyarakat tanah kaili khusunya masyarakat yang mendiami
lembah Palu. Dimana, saat itu menurut cerita, lembah Palu merupakan lautan
sambunagn pantai teluk Palu yang membentang luas.
Pada saat itu, menurut versi
masyarakat Kalili Ledo, ada satu pelaut yang bernama Sawerigading berlayar dari
luar teluk menuju Palu yang kemudian berlabuh di salah satu daerah yang saat
ini telah menjadi desa Bangga di Kabupaten Sigi.
Dalam perjalanannya, sebagai seorang
pelaut Sawerigading berlayar mencari tempat-tempat yang belum pernah di
singgahi para pelaut sebelumnya. Seperti halnya para penakluk lautan tentunya
ada rasa penasaran ketika menemukan dataran yang belum pernah di singgahi.
Singkat cerita, setibanya di daerah
tujuan, hewan peliharaan seorang pelaut itu ikut turun mengikuti sang majikan.
Anjing Sawerigading berbulu hitam yang di panghil 'buri' dalam bahasa Kali atau
la bolong dalam bahasa Bugis, berkleiaran tak jauh dari kapal Sawerigading.
Seketika hewan peliharaanya itu tak sadar berjalan hingga ke dataran tinggi
arah timur Kota Palu yang saat ini di sebut sebut danau lindu.
![]() |
Suguhan pemandangan lembah hijau di tepat di belakang puncak gunung masumba. |
Anjing raksasa itu terus berjalan
tanpa arah yang jelas. Asik asik berjalan anjing raksasa tersebut tak sengaja
bertemu dengan se ekor belut raksasa. Kedua hewan raksasa itu terlibat
perkelahian, saking dasyatnya perkelahian itu akhirnya mengakibatkan bencana
alam gempa bumi tanah longsor.
Alhasil, dari perkelahian kedua
binatang berbeda jenis itu merubah lautan menjadi daratan luas yang
mengakibatkan bahtera Sawerigading ikut terhempas akibat dasyatnya pertarungan
itu. Saking dasyatnya, bahtera itu terhempas kerarah barat yang menjadikan
gundukan tanah yang tinggi, yang saat ini di sebut bulu gawalise dan layar
bahtera Sawerigading terhempas kearah timur yang membentuk gunung di sebut saat
ini bulu masomba.
Dari cerita rakyat itu lah, gunung
yang kedua sisinya sama berbentuk piramid itu di percaya oleh masyarakat
setempat sebagai gunung yang 'kramat'. Bulu masomba, terletak di arah timur
Kota Palu yang masuk dalam wilayah Kelurahan Laswani Kecamatan Mantikulore.
Gunung yang menjulang dengan tinggi 945 Meter Dari Permukaan Laut (MDPL)
menandakan salah satu sejarah peradaban masyarakat di lembah Palu.
Masyarakat setempat juga percaya, bahw
bulu masomba menyimpan cerita mistis tersendiri terlepas dari sejarah
Sawerigading. Gunung masomba sendiri, memiliki kontur tanah yang padat
bercanput bebatuan. Di mana, kedua belah puncak gunung tersebut di tumbuhi
rumput hijau.
Meski demikian, bulu masomba saat ini
mulai di gemari para pendaki lokal, khususnya mereka yang menyamatkan
identitasnya sebagi Pecinta alam. Meski sudah mulai di gemari, namun para
pendaki yang berkunjung ke gunung itu masih relatif sediki.
Di gunung itu juga, jarang di jumpai
pepohonan dengan vegetasi rapat. Dimana saat ini, bulu masomba juga dapat di
jadikan sebagai referensi bagi para pegiat pendaki gunung. Bagi yang hobi
hiking, bulu masomba cocok untuk dijadikan tempat pendakian, meski
ketinggiannya di bawa 1.000 MDPL namun gunung tersebut memiliki keindahan
tersendiri, serta menatang nyali bagi pengunjungnya.
Jika ingin melihat keindahan Kota Palu
dan sekitarnya dari ketinggian, bulu masomba juga cocok di jadikan referensi.
Selain ingin melihat keindahan Kota Palu saat malam hari, bulu masomba juga
menghidangkan pemadangan indah di kala fajar menyingsing.
Cukup berdiri di belakang puncak
gunung tersebut di pagi hari, kita langsung di suguhkan dengan pemandangan
lembah hijau serta hutan dengan vegetasi rapat, di tambah kicauan burung yang
memanjakan telinga dan mata.
Semwntara, jarak tempuh
dari pusat Kota Palu menuju bulu masomba hanya memakan waktu kurang lebih tiga
jam perjalanan saja, jika mengendarai kendaraan roda dua, sedangkan berjalan
kaki dari titik star di Kelurahan Laswani bisa menghabiskan waktu perjalanan
kurang lebih lima sampai enam jam. ***