Palu - Kasus Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Anak di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) masih cukup
tinggi.
Data dari Lembaga Bantan Hukum (LBH) Sulteng
menyebutkan bahwa selama 5 tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan
dan anak mencapai 500 lebih kasus.
Diduga akibat serapan tenaga kerja yang tidak merata
dan sistem tenaga kerja yang buruk, serta tingginya angka pengangguran terbuka
yang mencapai ratusan ribu jiwa juga jiwa diduga kuat menjadi salah satu
faktor pendorong tingginya tingkat kriminal di Sulteng.
Pemerintah daerah Sulteng telah membentuk Pusat
Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dengan membentuk
layanan minimal yang dilakukan mencakup pengaduan rehabilitasi sosial,
penegakan dan bantuan hukum.
Untuk memaksimalkan pelaksanaan program kerja, P2TP2A
Sulteng baru – baru ini melakukan rapat kerja.
Sekretaris P2TP2A Sulteng, H Sofian Lembah mengatakan,
dengan masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulteng,
diharapkan mendapat perhatian dari semua pihak termasuk masyarakat untuk ikut
berpartisipasi.
Menurutnya, masyarakat harus peka teradap kasus kekerasan
yang dialami perempuan dan anak baik dilingkungan rumah maupun luar rumah dan
segera melapor bila mengetahuinya kepihak berwenang.
Masyarakat kata Sofian harus mengetahui bahwa kekerasan
terhadap perempuan dan anak yang terjadi didalam rumahtangga merupakan
persoalan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus menjadi tanggungjawab
bersama.
Menurut Sofian bila ada masyarakat yang mengetahui atau
melihat kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak atau mengalaminya
sendiri, sebaiknya langsung melapor ke unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA)
Polres masing - masing daerah yang ada di Sulteng.
Atau setidaknya bila ada masyarakat yang masing enggan
melapor langsung ke PPA sebaiknya melapor ke P2TP2A. ata