![]() |
Nampak Kantor Sahbandar Otoritas Pelabuhan Pantoloan Palu Foto Randhy.B |
Palu- Kebijakan Sahbandar Pantoloan dalam menatakelolah management, mendapat sorotan. Hal ini ditandai dengan maraknya dugaan aksi pengutan liar (Pungli) terhadap pemilik kapal serta pengusaha tambang galian C di Sulteng.
Bagaimana tidak setiap kali pengusaha dan pemilik kapal pengangkut material (Tongkang- red) hendak mengurus surat izin berlayar serta administrasi pemberangkatan kapal, pihak Sahbandar Pantoloan ditengarai menerapkan standar ganda sebagai dalih untuk mengeruk keuntungan. Administrasi dipersulit ujung-ujungnya harus menyetor dana.
Menurut salah seorang pengusaha tambang galian C, nilai permintaan sangat bervariasi mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 10 juta, setiap kali pemberangkatan. Jika keinginan ini tidak diakomodir, jangan bermimpi akan terbit surat perintah berlayar (SPB). " Mau tidak mau kami terpaksa menyetor, karena jika kapal tidak berangkat sesuai jadwal, maka akan dikenakan demurrage atau denda keterlambatan berangkat yang nilainya lebih besar, " tuturnya.
Pengusaha yang minta namanya tidak dikorankan ini menambahkan dalam setiap bulan rata-rata ia dan pengusaha lain termasuk pemilik kapal, memberangkatkan 15 sampai 20 kali kapal, jika ini dikalkulasikan, maka dana yang terkumpul nilainya bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Timbul pertanyaan apakah dana-dana tersebut di setor ke kas negara atau hanya ke kantong oknum-oknum di Sahbandar. Apalagi tidak ada payung hukum yang menetapkan standar biaya yang harus di bayarkan pengusaha dan pemilik kapal. " Ini sama artinya dengan pungutan liar," tuturnya.
Memang katanya beberapa tahun lalu telah ada kesepakatan antara Sahbandar dengan pengusaha tambang dan pemilik kapal, bahwa setiap kali pemberangkatan dibebankan biaya sekira Rp 2 juta, anehnya kesepakatan itu diingkari oleh pihak Sahbandar." Makanya sangat wajar jika kami keberatan dengan cara-cara seperti ini,"
Disatu sisi informasi yang diterima, Kepala Sahbandar Otoritas Pelabuhan Pantoloan (KSOP) Agus Sutiyono sering tidak berada di kantor. Untung-untung dalam sebulan KSP masuk kantor, beliau lebih banyak berada di Jakarta. Sehingga tidak heran jika roda organisasi di Sahbandar Pantoloan mendapat sorotan." Bisa jadi apa yang dilakukan bawahan dilapangan diluar kontrol dan kendali KSOP. Bisa juga ini "perintah" dengan menggunakan tangan bawahan ,"cetusnya.
Olehnya itu selaku KSOP, Agus Sutiyono tidak bisa lepas tangan, tapi harus ikut bertanggungjawab atas apa yang terjadi di instansinya..
Menyikapi tudingan tersebut, Kepala Sahbandar Pantoloan Agus Sutiyono yang hendak ditemui tidak berhasil dikonfirmasi, karena tidak masuk kantor.
Begitu pun dengan Kepala Tata Usaha (KTU) Sahbandar Pantoloan Firman dan Kepala Seksi Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli Pelabuhan Kelas III Pantoloan Capt Tohara juga tidak berada di kantor saat hendak di konfirmasi. Termasuk ketika dikonfirmasi via ponsel, Firman tidak mengangkat telpon selulernya sekalipun terdengar nada masuk. AGS-RND