![]() |
ilustrasi rumah tidak layak huni |
Disinyalir Dimainkan
Oknum
Dinsos-Kelurahan
PARIMO-
Dana bantuan Rumah Tinggal Layak Huni (Rutilahu) di Kabupaten Parigi Moutong
(Parimo) diduga dipotong. Oknum Dinas Sosial (Dinsos) dan kelurahan sasaran
disinyalir memainkan dana bantuan orang miskin itu.
Di Kelurahan Maesa, Kecamatan Parigi,
belum lama ini sejumlah masyarakat miskinnya dikucurkan bantuan Rutilahu.
Sebanyak 30 orang dari 3 kelompok di kelurahan tersebut wajib mendapat bantuan
tunia masing-masing senilai Rp10 juta.
Fulus
Rp10 juta per Kepala Keluarga (KK) itu diperuntukan merehab rumah mereka yang
dianggap tidak layak huni. Namun, sayang, belakangan dikabarkan bahwa total
dana Rp300 juta itu ditengarai tidak seluruhnya dikucurkan ke masyarakat
penerima.
Diduga, pihak yang bertugas mengawasi
bantuan tersebut justru terlibat ambil ‘faedah’.
Penuturan Noldi—salah seorang penerima
bantuan, dana bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos) itu diperoleh kelompok
penerima secara bertahap, yakni dua tahap. Katanya, pada tahap penerimaan
pertaman, masing-masing KK diserahkan Rp3 juta. Selanjutnya untuk tahap kedua,
tiap-tiap KK menerima Rp5 juta. “Total dana bantuan Rutilahu yang diterima
masing-masing KK senilai Rp8 juta, bukan Rp10 juta,” kata Noldi yang berstatus
ketua salah satu kelompok penerima.
Pengurangan nilai bantuan itu, menurut
Noldi, berdampak pada proses rehab rumah warga. “Ada beberapa rumah warga yang
tidak selesai direhab. Itu lantaran adanya pemotongan bantuan,” ujarnya.
Penuturan Noldi itu juga dikuatkan
dengan pengakuan salah seorang masyarakat penerima. Katanya, proses pembangunan
tempat huniannya terpaksa terhenti lantaran kekurangan biaya. Dana yang
sedianya diterima Rp10 juta, justru hanya Rp8 juta.
Terkait hal itu, Kasi Kesos Kelurahan
Maesa, Deki, ketika dikonfirmasi membantah dugaan pengurangan dana bantuan
Rutilahu. Secara tegas Deki menyatakan bahwa masing-masing masyarakat penerima
memperoleh dana bantuan tersebut secara utuh.
“Tidak ada pemotongan anggaran
bantuan. Penerima mana yang bantuannya dipotong. Kami ingin dipertemukan dengan
mereka,” ucap Deki.
Meski memberi klarifikasi bahwa pihak
kelurahan sama sekali tidak menyunat anggaran, namun Deki mengakui bahwa ia
menerima duit ucapan terima kasih dari warga.
“Iya, benar pak, kami menerima uang.
Tapi itu uang ucapan terima kasih dari kelompok penerima. Berapa pun mereka
berikan, kami ambil. Kami tidak pernah meminta,” kilahnya.
Besaran dana kemanisan hati yang
diberikan masing-masing penerima kepada pihak kelurahan tidak merata. “Uang
yang mereka berikan nilainya tidak sama, ada yang Rp200 ribu, ada juga yang
Rp150 ribu,” ucap Deki.
Menariknya, Deki menyatakan bahwa
dugaan pemotongan dana bantuan ini sudah diberitakan salah satu media cetak
terbitan Sulteng. Lantaran pemberitaan itu, pihaknya mengumpulkan seluruh
masyarakat penerima.
“Kami sudah mengumpulkan semua
penerima Rutilahu, tidak ada keluhan seperti itu,” katanya.
Dihubungi terpisah, Kabid Pengembangan
Dinsos Parimo, Haris, mengaku belum mendapat laporan terkait dugaan praktik
sunat-menyunat dana bantuan Rutilahu. Haris menyatakan akan segera turun
lapangan, menginvestigasi dugaan tersebut.
“Dala waktu dekat saya akan turun
mencari tahu kebenaran dugaan ini. Akan saya kumpulkan seluruh kelompok
penerima, khususnya di Kelurahan Maesa,” ungkap Haris.
Ia menyebutkan, jika nanti terbukti
ada pemotongan dana bantuan, pihak Dinsos akan memberi sanksi tegas.
Setidaknya, kata Haris, oknum terlibat itu harus mengembalikan.
Haris membernakan jika penyerahan
bantuan itu dilakukan secara bertahap. Namun kebijakan pemberian secara
bertahap tersebut dilakukan pihak kelurahan.
“Penyerahan bantuan itu dilakukan
sebanyak dua tahap. Tahap pertama dicairkan Rp5 juta, dan tahap kedua juga Rp5
juta. Jadi, total dana diserahkan ke masing-masing KK itu Rp10 juta, tanpa pemotongan,”
jelasnya. dd