Sekkot Palu Drs H
Aminuddin Atjo MSi bersama dengan pimpian KPID Sulteng dan peserta pertemuan
literasi media yang dilaksanaka di auditorium kantor walikota Palu. Foto : Yusuf
|
Bertajuk Peran Perempuan
Menyikapi Dampak Siaran
Palu - Media yang menjadi bagian penting dalam
kehidupan masyarakat telah menggantikan peran agen sosialisasi. Media
mengonstruksikan realita untuk memenuhi kepentingan pemilik media atau bahkan
memenuhi kebutuhan pasar. Contohnya adalah banyaknya media yang menggambarkan
perempuan yang muda muda, cantik, lemah, dan emosional. Sementara, laki-laki
selalu digambarkan sebagai sosok yang kuat, pemberani, tegas, dan mandiri.
Dampak konstruksi bias gender dalam media ini tidak hanya memengaruhi perilaku
individu melainkan juga budaya masyarakat.
Sekkot Palu, Drs H
Aminuddin Atjo MSi saat membuka kegiatan Literasi Media bertajuk peran
perempuan menyikapi dampak siaran yang dilaksanakan di auditorium kantor
walikota Palu Selasa (6/10) yang digagas oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Daerah Sulteng dan PKK Kota Palu mengatakan bahwa dampak siaran yang ada saat
ini kan sangat jelas. Bahkan, ada yang membuat orang tua harus ekstra keras
menjaga putra-putrinya yang masih usia balita.
Menurutnya, langkah
konkrit yang dilakukan dalam menyikapi siaran yakni dengan melakukan penolakan
konten siaran. Bahwa apabila penolakan masyarakat terhadap suatu tayangan
dilakukan secara massif maka rating tayangan akan turun dan program siaran
tersebut akan dihentikan karena dinilai tidak memberikan keuntungan secara
ekonomi terhadap stasiun televisi.
Lebih jauh dikatakannya
bahwa solusi yang bisa dilakukan adalah mendorong seluruh lapisan masyarakat
untuk menjadi lebih kritis terhadap sajian media melalui literasi media.
Literasi media adalah kemampuan menganalisa dan mengkritik materi media-media
yang ada. Masyarakat harus tahu bahwa isi media tidak terlepas dari kepentingan
pemilik modal, proses produksi, pengiklan dan berbagai faktor lain.
Literasi media ini tidak
hanya untuk mengurangi bias gender dalam masyarakat, namun juga bisa
diaplikasikan sebagai usaha menahan gempuran media sosial dalam kehidupan
generasi muda saat ini. Melalui pendidikan literasi media, seseorang akan
memahami bahwa sebagian besar isi media merupakan hasil konstruksi yang
dibentuk.
Dalam literasi media,
guru dan orang tua dapat menjadi ujung tombak, terutama bagi anak dan remaja.
Billy dalam pidatonya juga menyampaikan bahwa melalui literasi media kesetaraan
gender dan pemahaman tentang gender dapat terwujud.
Hal senada juga
disampaikan oleh
Wakil Ketua Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Tengah, Indra Yosvidar perihal
perlunya literasi media sebagai daya tangkal terhadap konten yang buruk.
Presentai dimulai dengan topik terkait permasalahan dalam dunia penyiaran.
Jumlah penyiaran terutama stasiun televisi yang semakin banyak memicu
persaingan yang tajam antar lembaga penyiaran. Fenomena ini membuat televisi
kadang hanya berpatokan pada rating semata untuk mengejar kue iklan sehingga
mengabaikan etika, nilai-nilai dan norma-norma yang ada.
Di dalam P3-SPS KPI
jelas-jelas telah mengatur apa yang boleh dan tidak boleh disiarkan. Ketika
masyarakat Indonesia khususnya anak-anak dan remaja secara tidak sadar menerima
pengaruh tayangan-tayangan tersebut tanpa kemampuan selektif yang tinggi akan
berdampak sangat bahaya.’’pesannya. yusuf